Bermula
sejak jaman Arjuna Sasrabahu dari riwayat Sumantri / Patih Suwanda.
Patih Suwanda sebenarnya adalah anak Resi Wisanggeni bernama Sumantri
dan mempunyai seorang adik yang berbadan kontet dan bermuka seperti
raksasa bernama Sukrasana. Resi Wisanggeni adalah kakak Resi Bhargawa
yang melanglang buana mencari Ksatria untuk bertarung dengan dalih
mencari kematian bagi dirinya sendiri — pada akhirnya Resi Bhargawalah
yang membunuh Arjuna Sasrabahu dan dikemudian hari gugur ditangan Rama.
Sumantri menjelma menjadi seorang ksatria yang sakti gagah perkasa
berkat ajaran Resi Wisanggeni, sementara Sukrasana biarpun berbentuk
seperti raksasa mempunyai budi pekerti yang sangat luhur.
Suatu ketika, Sumantri dan Sukrasana sedang berjalan didalam hutan.
Sukarsana yang bertubuh kecil merasa cape dan minta istirahat. Ketika
beristirahat, Sukarsana tertidur pulas dan saat itu juga datanglah
sebuah raksasa lapar yang ingin memakan Sumantri dan Sukarsana. Sumantri
dengan sigap membopong adiknya yang tertidur lelap dan melarikan diri
kedalam hutan. Setelah cukup jauh, Sukarsana dibaringkan di tempat yang
aman sementara Sumantri berusaha menghadang raksasa tersebut. Walau
bertarung sekuat tenaga, Sumantri tidak bisa mengalahkan raksasa
tersebut. Sumantri hampir kehabisan tenaga ketika Betara Indra datang
dan mempersembahkan panah Cakrabiswara kepadanya. Sumantri segera
melepas panah itu kearah sang raksasa dan dalam sekejap raksasa tersebut
mati. Setelah berhasil membunuh raksasa, Sumantri teringat pada adiknya
dan segera mencari Sukarsana. Sumantri sangat terkejut melihat
binatang2 buas di dalam hutan ternyata berkumpul disekililing Sukarsana
demi menjaga keselamatannya. Sumantri bertanya kepada Sukarsana ajian
apa yang dimiliki olehnya sehingga bisa menguasai binatang2 buas.
Sukarsana menjawab bahwa ia tidak memiliki ajian apapun, hanya selama
hidupnya dia tak pernah menganggu ataupun melukai binatang2 sekecil
apapun. Kedua bersaudara kemudian pulang ke padepokan untuk menceritakan
kejadian ini kepada Resi Wisanggeni. Oleh sang resi diceritakan bahwa
orang yang memiliki Cakrabiswara merupakan kekasih Betara Wisnu,
sementara yang dilindungi binatang2 liar artinya adalah orang yang
berbudi luhur dan merupakan kekasih Betara Dharma.
Tak lama setelah itu, Sumantri bertanya kepada Resi Wisanggeni mengenai
kesaktian ilmunya. Sang resi berkata bahwa Sumantri telah menjadi
ksatria yang gagah perkasa dan hanya beberapa orang yang bisa melawan
kesaktiannya. Sumantri kemudian berkata bahwa ilmunya harus digunakan
untuk melayani sesama umat manusia dan dia meminta ijin kepada Resi
Wisanggeni untuk meninggalkan padepokannya. Dengan berat hati Resi
Wisanggeni memberi ijin, tapi Sumantri diharuskan mengabdi kepada Raja
Mayaspati/Maespati (*ngga yakin namanya*) – Prabu Arjuna Sasrabahu yang
terkenal adil bijaksana. Karena kesian pada adiknya, Sumantri sengaja
tidak mengajak Sukarsana karena takut dia akan dicemooh akibat
bentuknya. Sumantripun berangkat menuju Mayaspati ketika Sukarsana
sedang tidur.
Ketika bangun, Sukarsana bingung karena kakaknya telah menghilang.
Sukarsana bertanya kepada Resi Wisanggeni kemana kakaknya menghilang.
Ketika diberitahukan, Sukarsana tidak rela berpisah dengan kakaknya dan
memutuskan untuk mencari kakaknya di Mayaspati. Dalam perjalanannya,
Sukarsana merasa capai dan berisitrahat di sebuah pohon besar yang
teduh. Tiba2 dia dikejutkan oleh suara besar dari dalam pohon itu. Suara
itu berasal dari Candra Birawa yang sedang menunggu kedatangan kekasih
Betara Dharma supaya dirinya bisa menitis kedalam tubuh Sukarsana.
Sukarsana menjadi bingung dan bertanya mengenai asal usul Candra Birawa.
Candra Birawa pun menjelaskan bahwa dirinya sebenarnya diciptakan dari
gabungan raksasa2 yang menyerang Swargaloka. Raksasa2 itu punah
dikalahkan oleh para dewata tapi oleh Betara Guru dihidupkan kembali
menjadi satu badan dan diberi nama Candra Birawa. Tapi Candra Birawa
tidak boleh sembarangan berkeliaran di mayapada, dia diharuskan bersatu
dengan kekasih/keturunan Betara Dharma karena di tangan orang yang
salah, Candra Birawa sangat berbahaya dan bisa menimbulkan kekacauan di
mayapada. Setelah dijelaskan asal usulnya, Sukarasana masih sangsi untuk
memperbolehkan Candra Birawa untuk masuk berdiam dalam tubuhnya. Candra
Birawa kemudian menjelaskan bahwa jika tubuhnya menjadi satu, Sukarsana
akan menjadi lebih sehat dan kuat, selain itu jika dalam kesulitan
Sukarsana tinggal singkep memangil Candra Birawa dan dirinya akan segera
muncul untuk membantu. Dalam pertarungan, Candra Birawa sangat sakti
karena setiap tetes darahnya akan menjadi Candra Birawa baru. Sukarsana
pun setuju dan memperbolehkan Candra Birawa untuk masuk ke dalam
tubuhnya. Dalam hatinya, Sukarsana berpikir bahwa Candra Birawa ini
lebih cocok jika diberikan kepada saudaranya Sumantri.
Sementara itu, Sumantri telah mengabdi kepada Arjuna Sasrabahu dan
berhasil merebut Dewi Citrawati. Sumantri juga sempat bertarung dengan
Arjuna Sasrabahu dan yakin bahwa Arjuna Sasrabahu merupakan raja yang
gagah sakti tanpa tandingan (Sumantri sempat seri melawan Arjuna
Sasrabahu tapi langsung ketakutan begitu sang prabu menjadi marah dan
bertiwikrama, ini merupakan bukti bahwa Arjuna Sasrabahu merupakan
titisan Betara Wisnu). Dewi Citrawati kemudian mempunyai permintaan
kepada Arjuna Sasrabahu, yaitu untuk memindahkan taman Sri Wedari dari
swargaloka ke dalam Mayaspati. Tanpa berpikir panjang, Sumantri
mengiakan permintaan Dewi Citrawati. Kemudian Sumantri ditinggal oleh
Arjuna Sasrabahu dan Dewi Citrawati kedalam istana. Sumantri menjadi
bingung, karena jangankan memindahkan taman Sri Wedari, letaknya saja
dia tak tahu. Dalam keadaan linglung, Sumantri bertemu dengan adiknya
Sukarsana yang sedang mencari dirinya. Sumantri bahagia melihat adiknya
tapi kaget bahwa adiknya bisa sampai ke Mayaspati dengan selamat karena
perjalannya jauh dan juga berbahaya. Oleh Sukarsana diceritakan mengenai
Candra Birawa yang bersemayam di dalam dirinya. Sumantripun bahagia
mendegar cerita adiknya tapi ketika teringat janjinya untuk memindahkan
taman Sri Wedari dia kembali muram. Sukarsana sangat mengerti kakaknya,
dalam sekejap dia tahu bahwa kakaknya sedang kepikiran sesuatu. Ketika
ditanyakan, Sumantri menceritakan janjinya untuk memindahkan taman Sri
Wedari. Sukarsana berpikir bahwa Candra Birawa bisa membantu abangnya
untuk menyanggupi permintaan itu. Dengan singkep sebentar, Candra Birawa
segera tampil dihadapan Sukarsana dan Sumantri. Sukarsana
memberitahukan kesusahan kakaknya kepada Candra Birawa. Candra Birawa
segera tahu bahwa yang meminta taman Sri Wedari pastilah titisan istri
Betara Wisnu. Candra Birawa berkata bahwa dia bisa melakukan tugas
tersebut tanpa masalah, Sukarsana dan Sumantripun diminta singkep
menutup seluruh panca indra sementara Candra Birawa memindahkan taman
tersebut. Dalam sekejap Candra Birawa menjadi ribuan dan taman Sri
Wedari pun dipindahkan dari swargaloka ke Mayaspati.
Setelah berhasil, Sukarsana berniat untuk ikut dengan kakaknya mengabdi
di Mayaspati. Sumantri kembali tidak tega dan menyuruh Sukarsana kembali
ke padepokan. Tapi Sukarsana tetap bersikeras, Sumantripun mengeluarkan
Cakrabiswara untuk menakut nakuti adiknya. Tanpa disangka2, Sukarsana
tersandung dan tubuhnya tertusuk Cakrabiswara. Sebelum meninggal
Sukarsana berkata pada kakaknya bahwa dia tidak sempat memberikan Candra
Birawa kepada Sumantri dan memohon kepada dewata agar di kehidupan
selanjutnya Sukarsana bisa kembali dekat dengan kakaknya.
Di kemudian hari, Sumantri menitis kepada Narasoma (Prabu Salya)
sementara Sukarsana (+ Candra Birawa) menitis kepada Resi Bagaspati yang
juga berbentuk seperti raksasa hanya tidak kontet.
Resi Bagaspati mempunyai seorang putri bernama Dewi Pujawati, suatu
ketika Narasoma sedang berburu dan ketika melihat Dewi Pujawati langsung
terkesima oleh kecantikannya. Narasomapun mengikuti Dewi Pujawati untuk
bertemu Resi Bagaspati.
Ketika keduanya ditanya oleh Resi Bagaspati, mereka berkata bahwa telah
mencintai satu sama lain. Narasoma dan Pujawati pun dinikahkan saat itu
juga oleh Resi Bagaspati. Narasoma sangat sayang pada istrinya Pujawati,
tetapi ketika ditanya seperti apa cintanya kepada Pujawati, Narasoma
berkata bahwa cintanya seperti beras putih yang bersih. Kemudian
Narasoma menambahkan bahwa sayang beras putih pun ada gabahnya. Pujawati
sangat bingung oleh perkataan Narasoma dan dia bertanya kepada Resi
Bagaspati. Sang resi yang bijaksana segera tahu bahwa yang dimaksud oleh
Narasoma ialah dirinya, karena tidak mungkin seorang pangeran penerus
tahta kerajaan mempunyai mertua seorang raksasa. Sang resi menenangkan
Pujawati dan menyuruhnya untuk memanggil Narasoma. Ketika Narasoma
menghadap Resi Bagaspati, dijelaskan bahwa dalam tubuh Resi Bagaspati
bersemayam Candra Birawa sebuah mahkluk berbadan halus yang sangat
sakti.
Karena Narasoma kini bertanggung jawab akan keselamatan Pujawati, Resi
Bagaspati akan memberikan Candra Birawa kepadanya. Mereka berdua
kemudian bersemedi dan terlihat Candra Birawa pindah dari Resi Bagaspati
ke tubuh Narasoma. Sang resi kemudian lanjut semedinya dengan menahan
napas, tak lama kemudian tubuh Resi Bagaspati menghilang dari pandangan.
Pujawati yang melihat kejadian ini menjadi kaget dan menangis.
Sementara itu Narasoma mendegar suara sang resi yang menjelaskan bahwa
dia sebenarnya adalah titisan Sukarsana yang ingin dekat pada kakanya
Somantri yang menitis pada tubuh Narasoma. Resi Bagaspati bersemedi
untuk mendapat anak perempuan yang bisa dijodohkan dengan dirinya dan
juga supaya bisa mewariskan Candra Birawa tapi sayang pada akhirnya
Narasomapun telah berbuat salah kepada Resi Bagaspati seperti Somantri
bersalah kepada Sukarsana. Narasoma kemudian diwanti2 bahwa mulai saat
itu dia harus berhati2 kepada titisan/kekasih betara Dharma yang
berikutnya karena pada saat itu dia akan gugur. Narasoma kemudian
perganti nama menjadi Prabu Salya setelah menjadi raja.
Dalam perang Bharatayuda, Prabu Salya diangkat menjadi panglima
perang Hastina sebagai pengganti Karna (urutannya:
Bisma,Dorna,Karna,Salya).
Begitu melihat Prabu Salya turun ke medan danalaga, Sri Kresna segera
mawas bahwa dia akan menjadi lawan yang berbahaya. Seluruh pasukan
Pandawa diwanti2 supaya jangan gegabah melawan ksatria yang satu ini.
Bimapun dengan sombongnya berkata bahwa Prabu Salya sudah tua dan
kesaktiannya berkurang bisa dikalahkan oleh dirinya. Sri Kresna segera
menceritakan kepada Bima dan Arjuna bahwa Prabu Salya memiliki Candra
Birawa yang sangat berbahaya dan tidak boleh dianggap remeh.
Ketika perang dimulai, Bima segera menggasak tentara Kurawa. Prabu Salya
sebagai panglima perang memajukan dirinya untuk mencegah Bima. Prabu
Salya kewalahan melawan kekuatan Bima dan memutuskan untuk memanggil
Candra Birawa. Bimapun bertarung dengan Candra Birawa tapi semakin lama
Bima menjadi capai sementara Candra Birawa tetap mengganas. Arjuna yang
melihat kakaknya dalam bahaya segera melepas panah. Sayangnya panah
Arjuna melukai Candra Birawa, dan setiap tetes darahnya menjadi Candra
Birawa baru. Bima semakin kewalahan melawan ratusan Candra Birawa, dan
barisan pasukan Pendawa juga semakin hancur diobrak abrik.
Melihat kejadian ini Sri Kresna segera mendatangi Arjuna dan mencegahnya
untuk memanah Candra Birawa. Kemudian Sri Kresna bergerak ke garis
belakang untuk bertemu Yudistira. Sri Kresna berkata bahwa Yudistira
harus maju ke medan perang untuk mengalahkan Prabu Salya demi kemenangan
Pendawa karena hanya Yudistiralah yang bisa mengalahkannya sebagai
titisan Betara Dharma. Yudistira yang dikusiri oleh Nakula segera
memasuki medan perang dan bertemu langsung dengan Prabu Salya. Yudistira
segera memohon ampun kepada Prabu Salya atas kelancangannya berani
melawan Prabu Salya. Prabu Salya menjawab bahwa dalam medan perang tidak
perlu merasa lancang karena ini merupakan tugas Yudistira sebagai raja
untuk membela tentaranya. Yudistira pun menjawab bahwa seumur hidup dia
tidak bisa melukai orang, dia rela mengorbankan dirinya asalkan Candra
Birawa ditarik kembali kedalam tubuh Prabu Salya. Sayangnya Candra
Birawa tidak bisa ditarik kembali sebelum tugasnya selesai yaitu
memusnahkan tentara Pendawa. Yudistira dengan berat hati mengambil busur
dan panah. Tapi Yudistira tidak berani mengarahkan panahnya kepada
Prabu Salya, panahnya kemudian diarahkan ke bawah. Dengan ajaib, panah
Yudistira yang menyentuh tanah langsung memantul dan mengenai Prabu
Salya. Prabu Salyapun gugur, sesuai dengan yang dikatakan Resi
Bagaspati.
Sekedar tambahan, sebenarnya Candra Birawa pernah sekali ditarik sebelum
tuntas tugasnya. Kejadiannya ketika Narasoma bertarung melawan Pandu
untuk memperebutkan Dewi Kunti. Pandu telah memenangkan sayembara dan
Narasoma menantang Pandu dengan taruhan Dewi Madrim adiknya menjadi
istri Pandu jika Narasoma kalah. Ketika bertarung, Narasoma kewalahan
melawan kesaktian Pandu dan memanggil Candra Birawa. Akibatnya Pandu
menjadi terdesak karena keris pusakanya tidak mempan terhadap Candra
Birawa dan malahan menambah jumlah Candra Birawa. Pandu kemudian
mengejek bahwa Narasoma tidak bisa bertarung sendiri perlu minta
bantuan. Narasoma dengan sombongnya berkata bahwa Pandu juga bisa
meminta bantuan kedua sodaranya, bahkan mengejek bahwa Dasarata disuruh
maju kedepan biar diinjak2 oleh Candra Birawa. Mendengar ejekan
Narasoma, Dasarata menjadi marah dan menyuruh Widura untuk menuntunnya
kearah pertarungan. Setelah ditutun, Dasarata segera menyuruh Widura
untuk menyingkir dan kemudian berteriak kepada Pandu supaya datang ke
arah Dasarata. Pandu yang cerdas segera tahu rencana kakaknya itu dan
segera melesat ke arahnya. Ketika Candra Birawa mengejar Pandu ke arah
Dasarata, Pandu segera berdiri di belakang kakaknya dan Dasarata segera
mengeluarkan Ajian Kumbalageni. Ajian Kumbalageni merupakan ajian
dashyat yang membuat apa saja yang disentuh oleh Dasarata hancur menjadi
debu. Candra Birawa tidak kuat melawan kesaktian ini dan kembali
kedalam tubuh Narasoma. Pandu pun bergerak secepat kilat menyerang
Narasoma, pukulan Pandu menyebabkan Narasoma terpental. Narasoma
akhirnya mengaku kalah kepada Pandu dan berangkat menjemput Dewi Madrim
untuk diberikan kepada Pandu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar