KEAGUNGAN seks yang di masa
lampau mendapat tempat sakral dan dijunjung tinggi, sekarang telah berubah
menjadi profan dan seperti barang murahan yang dijual obral. Perbincangan soal
seks -- yang awalnya tabu dan merupakan rahasia sangat pribadi -- kini begitu
bebas dan terbuka bagi konsumsi publik.
Simak saja pengalaman seseorang
yang berinisial SMn. Profesional muda itu bertanya soal seks secara blak-blakan
melalui sebuah tabloid terbitan ibu kota. Persoalan yang dibeberkan dalam
rubrik Eyang Asmaragama tersebut, tidak lagi sebatas masalah penyakit
seksual yang di masa lampau menjadi momok bagi banyak orang. Tetapi, tanpa
tedeng aling-aling buka kartu soal nafsu seks yang berlebihan, perilaku seksual
yang tidak lumrah, sampai soal penggunaan sex toy.
Bagaimana masyarakat Jawa di
masa lalu menghayati seks, dapat disimak dari sebuah naskah kuno yang berjudul Asmaragama.
Naskah yang tidak jelas siapa penulisnya dan kapan waktu pembuatannya itu,
menurut penerjemahnya Wiryapanitra, merupakan surat yang memuat "ilmu"
asmara bagi kaum pria. Asmaragama yang merupakan akronim asmara
dan sanggama, adalah salah satu ilmu kejawen tentang pesona olah
asmara yang secara khusus mengajarkan kesempurnaan penerapan asmara.
Bagi para lelaki Jawa, menurut
ajaran luhur tersebut, sangat perlu memahami ilmu Asmaragama. Sebab,
melalui ilmu asmara itu kaum lelaki dituntun ke arah dua perilaku penting yang
akhirnya menghasilkan kesempurnaan kehidupan. Perilaku pertama adalah demi
kesempurnaan pasangan hidup yang disebut Langen Rahsa dan perilaku kedua
adalah demi kesempurnaan keturunan yang dinamakan Langen Jiwa.
Kedua lelangen yang makna
harfiahnya kegemaran, manakala dilakukan secara baik dan benar akan membuahkan
keberuntungan. Sebaliknya, jika seseorang berperilaku menyimpang dalam menerapkan
kedua lelangen, orang akan menuai bencana.
Secara gamblang disebutkan, buah
keberuntungan dari olah asmara yang baik dan benar dengan seorang istri, adalah
keturunan saleh. Sebaliknya, jika seseorang melakukan asmara yang menyimpang
(baca: melacur), yang diperoleh adalah keturunan durhaka.
**
BAGI pasangan suami-istri yang
berhubungan asmara dalam Langen Rahsa, ilmu Asmaragama
mengajarkan soal keberuntungan lelaki yang beristrikan seorang wanita berwatak mantap,
legawa dan tepa. Wanita yang mantap berarti sehat jasmani
dan rohani, memiliki rasa kepuasan diri, tidak mudah tergiur dengan lelaki lain
dan jatuh cinta bukan karena guna-guna. Wanita yang legawa bermakna
memahami hasrat pasangan hidupnya dan wanita tepa adalah berati mampu
membangkitkan gairah demi kebahagiaan bersama.
Pada sisi lain, jika pasangan
lelaki dan wanita melakukan olah asmara Langen Jiwa secara menyimpang
(baca: selingkuh) -- yang dalam bahasa Jawa disebut ceda -- apabila
menghasilkan keturunan akan lahir anak yang berkelakuan buruk, memalukan dan
menyusahkan banyak orang.
"Mula, oleh-olehane
ngelmu Asmaragama iku sinebut rong prakara. Sepisan, murih priya kinasihan ing
wanodya. Kapindo, murih (priya) ngerti dadining wiji putra kang ala lan kang
becik, kang wus cumithak ing awak, kang durung tumitis lan bisa narik wiji kang
becik, utawa bisa nglebur wiji kang ala. Lan maneh, paedahe bakal bisa nurunake
anak kang prayoga ing tembe mburine.
Demikian sepenggal kesimpulan
yang termaktub dalam Serat Asmaragama. Jika diartikan, hasil dari ilmu
Asmaragama terdiri atas dua hal. Pertama, agar pria dikasihi wanita. Kedua,
agar (pria) mengerti tentang benih anak yang buruk dan yang baik, yang telah
tercetak di tubuh, yang belum menitis dan dapat menarik benih yang bagus, atau
melebur benih yang buruk. Dan lagi, manfaatnya bakal dapat menurunkan anak yang
saleh di belakang hari.
Asmaragama bukanlah sekadar
nama, apalagi nama orang yang dikesankan sudah tua dengan sebutan eyang,
melainkan "ilmu" yang ditekuni orang Jawa pada zamannya. Sebagai
sebuah ilmu, kandungan isi Asmaragama lebih banyak menjelaskan secara
"ilmiah" seluk beluk olah asmara dan buah dari perilaku olah asmara
itu.
Seperti ciri watak orang Jawa
yang dikenal halus, paparan pengajaran seks ala Jawa itu kemas menggunakan
bahasa yang tidak vulgar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar